Senin, 02 Juli 2012


Salah Kaprah Kalangan Jihadis Memaknai Novel “Kabut Jihad”


Arrahmah (2/7/2012) – Beginilah jadinya bila bukan sastrawan mengomentari karya sastra: dituduh galau, boneka BNPT, mengandung faham theosofi, selengean, fitnah dan kebohongan. Tuduhan tendensius dan tidak berakhlak dari kelompok yang mengusung jihad tetapi menabrak makna jihad dengan syahwat egonya ini mengudara dengan lantang di hotel Borobudur, Jakarta, pada 20 Juni 2012 lalu dalam acara peluncuran novel sulung terpidana teroris, Khairul Ghazali yang berjudul “Kabut Jihad”. Kebetulan saya hadir dalam launching yang diadakan BNPT dengan menghadirkan ormas-ormas Islam radikal itu.
Dr. Asep Usman Ismail MA, dosen Fak. Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta selaku moderator dalam bedah buku tersebut mengatakan, “Novel Kabut Jihad telah memenuhi standar sastra yang benar walaupun penulisnya adalah pemula dalam bidang penulisan sastra. Artinya, kini di Indonesia telah lahir sastrawan baru dari balik jeruji penjara.”
Ketika menanggapi kritikan pedas dari kalangan jihadis yang menuduh penulis novel Kabut Jihad telah “galau”, Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono Guru Besar psikologi UI menjawab santai tapi bijaksana, “Memang menulis novel harus dalam keadaan galau. Kalau bukan galau ya bukan novel namanya tapi karya ilmiah. Novel ini cukup bagus menguraikan bab demi bab seperti bab Barracuda, Bilik Bercinta, dan juga uraian tentang konflik batin tokoh-tokohnya cukup bagus ditinjau dari aspek psikologi.”
Dr. Asep Usman Ismail menimpali, “Novel ini memerlukan begitu banyak perenungan dan inspirasi dalam penulisannya, dan ditulis dengan menggunakan banyak disiplin ilmu. Sayangnya, tidak ada budayawan dalam forum ini, sehingga tidak ada kesimpulan yang bisa diambil dalam dialog dan bedah buku ini. Seharusnya BNPT menghadirkan budayawan atau sastrawan sehingga pembahasan dan dialog bisa balance.”
Selain menghadirkan ketua JAT, Ustad Muhammad Achwan dan juru bicara JAT Son Hadi, acara bedah buku yang tergolong mewah dan dibawah penjagaan ketat aparat keamanan ini, juga menghadirkan pembicara Abu Rusydan (mantan pemimpin JI), Prof Muhammad Baharun (Ketua Komisi Fatwa MUI) dan Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono.
Novel dengan struktur bahasa dan setting cerita full tragedi nasional di tahun 2010 ini bisa dikatakan sebuah novel yang bernilai sastra tinggi, selain merupakan novel berbasis fakta, yang jarang ada pada novel-novel kebanyakan yang biasanya fiksi dan imajinasi. Melalui novel ini Ghazali mencoba mengetengahkan cerita tentang akidah yang bersentuhan dengan paham jihad yang mengusung tegaknya syari’at, sedemikian kuatnya menggurita di jiwa pelaku-pelakunya. Lewat dialog tokoh-tokohnya, penulis mengembalikan tradisi sastra sebagai perlawanan terhadap aksi-aksi terorisme dan kekerasan dalam masyarakat. Novel ini menghadirkan keberagamaan yang radikal-fundamentalis menuju wajah keberagamaan yang ramah, sejuk, penuh kedamaian, dan mengantarkan kepada pemahaman umat yang progresif, egaliter dan tsansformatif.
Sebuah novel yang inspiratif dan mengungkap banyak fakta!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar